Isnin, 11 Januari 2010

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK PENDIDIKAN

A. PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial, susila dan religi. Sifat kodrati manusia sebagai makhluk pribadi, sosial, susila dan religi harus dikembangkan secara seimbang, selaras dan serasi. Perlu disadari, bahwa manusia hanya mempunyai arti hidup secara layak jika ada diantara manusia lainnya. Tanpa ada manusia lain atau tanpa hidup bermasyarakat, seseorang tidak dapat menyelenggarakan hidupnya dengan baik.
Untuk meningkatkan kualitas hidup, manusia memerlukan pendidikan, baik pendidikan yang formal, informal maupun nonformal. Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. "Hewan" juga belajar, tetapi lebih ditentukan oleh instinknya, sedangkan manusia belajar berarti merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga, mereka akan mendidik anak-anaknya. Begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen.
Salah satu permasalahan yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah masalah pendidikan. Dalam al-Qur'an sendiri telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting. Jika Al-Qur'an dikaji lebih mendalam, maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan hal di atas, maka dalam makalah ini penulis akan mem-bahas konsepsi Al-Qur'an tentang "Manusia Sebagai Makhluk Pendidikan".


B. PEMBAHASAN
1. QS An-Nahl 16: 78
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur".
Tafsir ayat ini menurut Salim Bahreisy dan Said Bahreisy adalah bahwa Allah SWT menyebut nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang telah mengeluarkan mereka dari perut ibu-ibu mereka dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu. Kemudian kepada mereka diberikan indera pendengaran untuk menagkap suara-suara, indera penglihatan untuk melihat benda-benda yang dapat dilihat dan hati (akal) dengan perantaraannya mereka dapat membedakan hal-hal yang baik dan buruk, yang bermanfaat atau yang bermudharat. Indera-indera ini diberikan kepada manusia secara bertahap, makin tumbuh jasmaninya makin kuatlah penangkapan indera-indera itu hingga mencapai puncaknya. Adapun tujuan Allah memberikan sarana penglihatan, pendengaran dan pemikiran kepada manusia itu adalah agar memudahkan manusia melakukan ibadah dan taat kepada-Nya.
Sementara menurut tafsir Al-Misbah lafadz diartikan tidak mengetahui apa-apa. Adapun fungsi diberikannya pen-dengaran, penglihatan dan hati itu adalah sebagai alat untuk menghasilkan ilmu kema'rifatan kepada Allah SWT. Pendengaran berfungsi untuk men-dengarkan mauidhah (nasehat tentang agama), penglihatan berfungsi untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah dan hati berfungsi untuk memikirkan atau mengingat tentang keagungan Allah SWT.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa manusia di lahirkan ke dunia ini pertama kalinya tidak mengetahui apa-apa. Teori behaviorisme dalam psikologi beranggapan bahwa manusia bukan baik dan bukan juga jahat semenjak lahir. Dia adalah tabula rasa, putih seperti kertas. Lingkunganlah yang memegang peranan membentuk pribadinya.
Islam mengakui pengaruh lingkungan atas perkem-bangan fithrah manusia, seperti dalam sebuah hadits Nabi yang berbunyi:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Artinya: "Setiap anak yang dilahirkan ke dunia itu dalam keadaan suci. Hanya kedua orang tuanyalah yang membuat anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi". (HR. Muslim)
Walaupun Islam mengakui pengaruh lingkungan terhadap perkembangan fithrah manusia, akan tetapi ini tidak bermakna bahwa manusia itu menjadi hamba kepada lingkungan, seperti pendapat ahli-ahli behaviorisme. Lingkungan memang memegang peranan penting dalam pembentukan tingkah laku seseorang, tetapi Al-Qur'an tidak menganggap satu-satunya faktor. Isteri Fir'aun dahulu kala adalah seorang yang beriman kepada Allah, walaupun dia hidup dalam lingkungan yang penuh dengan korupsi dan penyelewengan.
Kemudian Allah SWT memberikan potensi kepada manusia berupa pendengaran, penglihatan dan hati (akal). Dengan potensi ini diharapkan manusia dapat mendengar, melihat dan memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT.
Taqiyuddin M. menyebut potensi manusia ini berupa seperangkat instrument dan content pendidikan yaitu akal pikiran (al-'aql), hati nurani (nur al-qalb) dan panca indera. Melalui seperangkat instrument dan content pendidikan itulah sehingga begitu manusia lahir di atas bumi ini ia telah siap menerima ajaran dari alam (macro cosmos) atau dari manusia lain (micro cosmos) yang telah lebih dulu ada.
Berkaitan dengan hal di atas, Longevel seperti yang dikutip Taqiyuddin M. mengklasifikasikan manusia ke dalam tiga golongan, yaitu: Pertama, educable animal yaitu makhluk yang dapat dididik. Kedua, animal educandum yaitu makhluk yang harus dididik. Ketiga homo education yaitu makhluk Allah yang dapat menerima dan sekaligus memberikan materi pendidikan
Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa dalam dunia pendidikan, manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan kelebihannya manusia ada yang bisa diajar, dibimbing, dibina dan dilatih sehingga perilaku sosialnya menjadi baik. Inilah yang dimaksud bahwa fungsi pendidikan adalah mengarahkan perkembangan manusia ke arah yang lebih baik. Dan dengan kelemahannya manusia tidak henti-hentinya berfikir, bertindak, belajar dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya demi tercapainya tujuan yang dikehendakinya.
2. QS Al-Mu'minun 23: 78
"Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur".
Menurut Sayyid Quthb bahwa apabila manusia merenungkan penciptaannya dan bentuk tubuhnya, panca indera dan anggota-anggota tubuhnya, dan kekuatan serta pengetahuannya, maka dia pasti mengakui bahwa Allah adalah Maha Pencipta. Karena tidak ada seorang pun selain Allah yang mampu menciptakan alam semesta yang sangat mengagumkan ini, baik yang kecil maupun yang besar. Yang dimaksud dengan bersyukur di ayat ini ialah menggunakan alat-alat tersebut untuk memperhatikan bukti-bukti kebesaran dan keesaan Tuhan, yang dapat membawa mereka beriman kepada Allah s.w.t. serta taat dan patuh kepada-Nya. Kaum musyrikin memang tidak berbuat demikian.
Ayat ini juga menjelaskan tentang potensi yang diberikan Allah SWT kepada manusia berupa pendengaran, penglihatan dan hati (akal) supaya dijadikan alat untuk memperhatikan bukti-bukti kebesaran dan kekuasaan Allah SWT.
Untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki, maka manusia perlu pendidikan. Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena pendidikan merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk Allah yang dibekali dengan berbagai kelebihan, di antaranya kemampuan berfikir, kemampuan berperasaan kemampuan mencari kebenaran dan kemampuan lainnya. Kemampuan-kemampuan tersebut tidak akan berkembang apabila manusia tidak mendapatkan pendidikan.
Allah SWT dengan jelas memerintahkan kita untuk "Iqra'" dalam surat Al-Alaq yang merupakan kalamullah pertama pada Rasulullah SAW. Iqra' di sini tidak bisa diartikan secara sempit sebagai bacalah, tetapi dalam arti luas agar manusia menggunakan dan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang telah Allah SWT berikan sebagai khalifah fil ardl. Sehingga pendidikan merupakan sarana untuk melaksanakan dan perwujudan tugas manusia sebagai utusan Allah di muka bumi ini.
3. QS An-Nahl 16: 43
"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui".
Diriwayatkan oleh Adh-Dhahhak bahwa Ibnu Abbas bercerita mengenai ayat ini, bahwa tatkala Allah mengutus Muhammad sebagai Rasul, banyak diantara orang-orang Arab yang tidak mau menerima kenyataan itu dan beranggapan bahwa lebih agung untuk mengutus seorang manusia sebagai Rasul-Nya. Dalam terjemah singkat tafsir Ibnu Katsir lafadz ditafsirkan orang-orang yang mengetahui, yaitu ahli-ahli kitab. Sementara dalam tafsir Jalalain lafadz ditafsirkan orang yang mempunyai pengetahuan, yakni para ulama yang ahli dalam kitab Taurat dan kitab Injil.
Ayat ini menjelaskan kepada kita tentang pentingnya ilmu pengetahuan. Menuntut ilmu merupakan kewajiban kita selaku umat Muslim, sebagaimana Sabda Rasulullah SAW yang artinya: "Mencari ilmu itu wajib bagi muslim dan muslimat dari kandungan sampai liang lahat" (HR. Baihaqi)
4. QS Al-Kahfi 18: 66
"Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"
Dalam Tafsir Al-Misbah kata "attabi'uka" asalnya adalah "atba'uka" dari kata "tabi'a", yakni mengikuti. Penambahan huruf "ta'" pada kata "attabi'uka" mengadung makna kesungguhan dalam upaya mengikuti itu. Ucapan Nabi Musa as, berikutnya sungguh sangat halus. Beliau tidak menuntut untuk diajar tetapi permintaannya diajukan dalam bentuk pertanyaan, "Bolehkan aku mengikutimu?" kemudian beliau menamai pengajaran yang diharapkannya itu sebagai ikutan, yakni beliau menjadikan diri beliau sebagai pengikut dan pelajar. Di sisi lain, beliau mengisyaratkan keluasan ilmu hamba yang shaleh itu (al-khidhr) sehingga Nabi Musa as. Hanya mengharap kiranya dia mengajarkan sebagian dari apa yang telah diajarkan kepadanya. Dalam konteks itu, Nabi Musa as. tidak menyatakan "apa yang engkau ketahui wahai hamba Allah", Karena beliau sepenuhnya sadar bahwa ilmu pastilah bersumber dari satu sumber, yakni dari Alla Yang Maha Mengetahui
Pelajaran yang dapat kita ambil dari ayat ini adalah bahwa kita dalam menuntut ilmu itu harus bertekad untuk bersungguh-sungguh mencurahkan perhatian bahkan tenaganya terhadap apa yang akan kita pelajari. Pepatah mengatakan: "Man jadda wajadda" (barangsiapa yang bersungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu, maka pasti akan berhasil).
5. QS At-Tahrim 66: 6
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan".
Menurut Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zhilal Qur'an menafsirkan ayat ini bahwa: "Manusia di dalam neraka itu sama persis dengan batu dalam nilai batu yang murah dan rendah, dan dalam kondisi batu yang terabaikan tanpa penghargaan dan perhatian sama sekali. Alangkah sadis dan panasnya api neraka yang dinyalakan bersama batu-batu. Setiap yang ada di dalamnya dan setiap yang berhubungan dengannya sangat seram dan menakutkan. Tabiat para malaikat itu sesuai dengan tabiat azab yang diperintahkan dan diserahkan kepada mereka untuk menimpakannya. Diantara karakter malaikat itu adalah ketaatan mutlak terhadap perintah Allah atas mereka dan mampu melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka oleh Allah". Ayat ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa kita harus menjaga diri kita dan keluarga dari siksa api neraka. Ayat ini juga mengisyaratkan tentang pentingnya pendidikan dalam keluarga. Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama.
Adapun bidang pendidikan yang diperankan oleh keluarga menurut Hasan Langgulung ada tujuh bidang pendidikan, yaitu: pendidikan jasmani, kesehatan, akal (intelektual), keindahan, emosi dan psikologi, agama dan spiritual, akhlak, sosial dan politik. Orang tua dalam keluarga harus sejak dini memberikan pendidikan agama kepada anak-anaknya. Rasulullah saw bersabda:
مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلاَ ةِ اِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ وَاِذَا بَلَغَ عَشْرَ
سِنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُ عَلَيْهَا
Artinya: "Perintahkanlah anak melakukan shalat, apabila telah mencapai usia tujuh tahun. Kalau sudah berumur sepuluh tahun, sedang anak itu tidak melaksanakan perintah, maka pukullah dia".(HR. Muslim)
Mengapa orang tua dituntut untuk memerintahkan anak yang masih kecil untuk melakukan shalat? Maksudnya, agar anak itu terbiasa, sehingga kelak sudah baligh, shalat itu menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan.
6. QS At-Taubat 9: 122
"Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya".
Dalam terjemah singkat tafsir Ibnu Katsir ada tiga sahabat yang menafsirkan ayat ini, yaitu:
Pertama, Berkata Ibnu Abbas: "Tidak sepatutnya orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya ke medan perang dan meninggalkan Rasulullah SAW seorang diri".
Kedua, Berkata Qatadah: "Jika Rasulullah Saw mengirim pasukan, maka hendaklah sebagian pergi ke medan perang, sedang sebagian lain tinggal bersama Rasulullah saw. untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama, kemudian dengan pengetahuan yang mereka peroleh itu, hendaklah mereka kembali kepada kaumnya untuk memberi peringatan kepada mereka".
Ketiga, Berkata Adh-Dhahhak: "Jika Rasulullah saw. mengajak berjihad (perang total) maka tidak boleh tinggal dibelakang kecuali mereka yang beruzur. Akan tetapi jika Rasulullah saw. menyerukan sebuah "sariyyah" (perang terbatas), maka hendaklah segolongan pergi ke medan perang dan segolongan tinggal bersama Rasulullah saw memperdalam pengetahuannya tentang agama, untuk diajarkan kepada kaumnya bila kembali".
Ayat ini mengingatkan orang tua dalam keluarga agar mementingkan pendidikan agama bagi anak-anaknya. Orang tua boleh kemana saja menyekolahkan anak-anaknya (mencari ilmu umum) tapi jangan lupa dibekali ilmu dan pengalaman agama. Orang tua hendaknya menjadikan anak-anaknya sebagai orang intelek yang ulama atau ulama yang intelek. Hal ini akan tercapai apabila mempunyai kedua ilmu tersebut, yakni ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama. Nabi pernah bersabda:
مَنْ اَرََادَ الدَّ نْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَ مَنْ اَرََادَ الأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَ مَنْ
اَرَادَ هُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
Artinya: "Barangsiapa menghendaki hidup (kebaikan) di dunia maka kepadanya dengan ilmu dan barangsiapa menghendaki kehidupan (baik) di akherat maka dengan ilmu dan barangsiap menghendaki keduanya maka juga dengan ilmu" (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut Miftahurrobbani, bahwa salah satu pokok kelemahan umat Islam adalah kebodohan putra-putri umat Islam akan agamanya. Hal ini dapat kita pahami, karena orang tua kadang-kadang kurang menyadari keseimbangan pendidikan terhadap anak-anaknya. Orang tua mendidik anak agar dapat membaca Koran, tetapi lupa untuk mendidik anak membaca Al-Qur'an. Orang tua mengajar anak agar dapat menghormati sesama teman, tetapi lupa mengajar anak agar dapat menghormati Tuhan. Pendek kata, orang tua menyekolahkan anaknya agar pandai dalam pengetahuan umum, tetapi lupa menyekolahkan anaknya agar pandai dalam pengetahuan agama.
Manusia dilahirkan ke dunia ini tidak mengetahui apa-apa (QS. An-Nahl 16: 78). Kemudian Allah SWT memberikan potensi berupa pendengaran, penglihatan dan hati (akal). (QS. An-Nahl 16: 78 dan QS. Al-Mu'minun 23: 78). Dengan potensi ini diharapkan manusia dapat menggunakannya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
Menuntut ilmu merupakan kewajiban manusia sejak lahir sampai masuk ke liang lahat. Dalam menuntut ilmu diharapkan dilakukan dengan sungguh-sungguh mencurahkan segala perhatian dan tenaganya terhadap apa yang akan dipelajarinya, supaya apa yang diinginkannya tercapai. (QS. Al-Kahfi 18: 66).
Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena pendidikan merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Pendidikan berguna untuk membina kepribadian manusia. Dengan pendidikan, maka terbentuklah pribadi yang baik sehingga di dalam pergaulan dengan manusia lain, individu dapat hidup dengan tenang. Pendidikan membantu agar tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial mansuia tanpa kehilangan pribadinya masing-masing.
Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni keluarga, masyarakat dan sekolah/lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat berkembangnya pendidikan dan sekolah sebagai lembaga formal dalam pendidikan. Pendidikan keluarga sebagai peletak dasar pembentukan kepribadian anak. (QS. At-Tahrim 66: 6)
Antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum itu harus seimbang, karena pengetahuan agama tanpa pengetahuan umum bagaikan orang sehat yang pincang. Begitupun sebaliknya pengetahuan umum tanpa pengetahuan agama bagaikan orang sehat yang buta. Namun pengetahuan yang harus diutamakan adalah pengetahuan agama, karena fungsi pengetahuan agama itu untuk kehidupan dunia dan akherat. (QS. At-Taubat 9: 122)

Karakter maupun sifat manusia

Karakter maupun sifat manusia itu berbeda-beda. Ada banyak hal yang membedakannya salah satunya adalah berdasarkan ramalan bintang zodiak. Seperti kita tahu zodiak bintang dibagi menjadi 12. Maka dalam hal ini karakter setiap manusia dibagi menjadi 12 juga.Selain itu…

Anda boleh saja percaya boleh saja tidak dengan karakter berdasarkan zodiak atau ramalan bintang ini. Namanya juga ramalan. Tapi jika kamu percaya silahkan simak paragaf selanjutnya
Sebelumnya!

Setahuku antara sifat wanita maupun pria menurut zodiak bisa dikatakan sama saja. Mungkin mempunyai sedikit perbedaan tapi selebihnya sama saja. Ini bisa dilihat dari beberapa tulisan tentang ramalan bintang zodiak yang sebelumnya.

Berikut adalah daftar dari zodiak bintang yang pernah ditulis di blog ini. Semuanya sudah ditulis secara lengkap baik untuk karakter bahkan sampai dalam permasalahan cinta :
1. Ramalan Bintang Taurus. Memiliki kesabaran yang tinggi dan mudah jatuh cinta
2. Ramalan Bintang Aries. Karakternya selalu menjadi nomer satu dan tidak suka diremehkan.
3. Ramalan Bintang Gemini. berfikir ,bergerak dan berbicara secara cepat,
4. Ramalan Bintang Cancer. memiliki sfat yang mudah tersinggung dan perasa.
5. Ramalan Bintang Leo . Ambisius dan selalu bersemangat.
6. Ramalan Bintang Virgo. Pikiran kritis dan logis. Dan selalu mencari kesempurnaan.
7. Ramalan Bintang Libra. sifatnya baik hati, halus, mudah bergaul, diplomatis dan kooperatif
8. Ramalan Bintang Scorpio. Memiliki gairah yang sangat besar.
9. Ramalan Bintang Sagitarius . Memiliki Jiwa yang humoris
10. Ramalan Bintang Capricorn. Memiliki jiwa kuat dan tidak pernah menyerah
11. Ramalan Bintang Aquarius . memiliki perasaan sosial yang tinggi
12. Ramalan Bintang Pisces. Mempunyai karakter yang perasa dan sulit ditebak

Ya itulah 12 sifat dan karakter berdasarkan zodiak. Entah apakah ramalan bintang diatas benar atau salah. Tapi yang pasti manusia ditakdirkan untuk memiliki kemampuan merubah apa yang terjadi dalam dirinya sendiri.

Ahad, 3 Januari 2010

Kriteria Pemimpin Negara Menurut Islam

# Beraqidah yang bersih dari syirik, khurafat, tahayyul serta percaya atau menggantungkan diri kepada jin, syetan dan dukun. Juga penganun mazhab ahli sunnah wal jamaah yang tekun dengan manhaj salafus shalih.

# Minimal dia seorang muslim yang baik, tidak pernah tinggal shalat wajib 5 waktu, tidak pernah tinggalkan puasa Ramadhan, tidak pernah lupa atau pura-pura lupa bayar zakat dan pernah pergi haji bila mampu.

# Fasih membaca Al-Quran Al-Karim dan tahu bahwa Al-Quran Al-Karim adalah sumber dari segala sumber hukum. Sehingga tidak ada hukum baginya kecuali yang berdasarkan Al-Quran Al-Karim. Maka setiap masalah selalu dirujuknya kepada kitab dari Allah SWT ini.

Kalau pemimpin negara ini baca Al-Quran Al-Karim saja tidak becus, maka kita harus sadar bahwa kiamat sudah dekat. Jadi bukan sekedar senyum-senyum membuka MTQ.

# Tahu batas halal dan haram yang bentuknya adalah penerapan dalam diri, keluarga dan lingkungannya. Sehingga degnan mudah dia bisa membedakan mana praktek haram dan mana halal.

Untuk itu dia harus dekat dengan para ulama bukan untuk meminjam lidah mereka demi kepentingan pribadinya, melainkan untuk duduk bersimpuh mengaji dan belajar syariat Islam secara seksama.
# Tidak pernah mencuri, berzina, minum khamar, berjudi, menipu rakyat, makan uang negara, manipulasi, korupsi, kolusi dan tidak makan uang riba. Karena itu dia tidak punya account di bank ribawi.

# Menegakkan selalu amar makruh dan nahi mungkar dalam setiap kesempatan. Sebab sebagai penguasa, di tangannya ada kekuatan. Bila tidak dimanfaatkannya untuk amar makruf nahi mungkar, maka dia harus bertanggung-jawab di akhirat.

# Siap menerima teguran kapan dan dimana saja, tidak pura-pura pergi dinas atau malah shopping keluar negeri bila ada masalah yang menuntut penangan yang cepat. Juga tidak mengorbankan anak buah bila menghadapi masalah, tetapi secara jantan berani menyatakan mundur sebab itu menunjukkan bahwa dirinya masih punya urat malu. Tidak seperti gaya para pemimpin yang ada di sekeliling kita sekarang ini.

# Tidak menggunakan fasilitas negara untuk masalah yang bersifat pribadi atau pun kepentingan di luar negara secara langsung. Sebab semua fasilitas negara itu adalah amanat yang harus dipertanggung-jawabkan di akhirat nanti.

# Tidak akan makan atau mengisi perutnya sebelum yakin bahwa semua rakyatnya sudah makan. Tidak pernah berani tidur malam hari sebelum yakin rakyatnya tentram dan sejahtera. Dan tidak enak-enakan berpesta sebelum anak yatim terjamin masa depannya atau pun fakir miskin punya sumber rezeki yang jelas.

# Cinta kepada ilmu pengetahuan dan menggratiskan semua bentuk sekolah dan fasilitas pendidikan. Tidak ada istilah sekolah atau kuliah itu bayar, yang ada justru para siswa dan mahasiswa itu dibayar oleh negara.
# Tidak menjual aset negara ini kepada pihak asing, sebab negeri ini sudah demikian kaya dan sebenarnya berlimpah dengan uang. Semua demi kepentingan anak bangsanya, bukan demi kepentingan penguasanya.

# Bersikap adil kepada semua pemeluk agama dan memberikan jaminan dan hak-hak mereka untuk bisa hidup dengan damai di bawah jaminan dirinya. Tetapi bersikap tegas bila terjadi kecurangan dan pelanggaran antara sesama pemeluk agama.

# Tidak turun dari jabatannya sebelum menghukum semua koruptor baik di masa lalu maupun di masa jabatannya. Sebab membiarkan koruptor berkeliaran sama saja memberikan izin syetan untuk berpesta. Dan sama saja dengan kita tidak punya negara.

# Tidak memberikan ruang gerak sedikitpun kepada para penjahat, maling, rampok untuk bisa melakukan aksinya kembali sebelum dipotong tangannya sesuai dengan syariat Islam. Demikian juga dengan para pezina, peminum khamar dan pembunuh. Meski yang melakukannya adalah anak kandungnya sendiri.

# Memanfaatkan jabatannya ini untuk ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan untuk cari kekayaan baik buat diri, keluarga atau kroni.

# Bercita-cita untuk bisa mati dalam keadaan syahid. Karena itu satu-satunya pilihan

HUKUM SUATU NEGARA DI PIMPIN WANITA

Ada sebuah hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam shahihnya. Lengkapnya demikian :

Dari Abi Bakrah ra berkata,"Sungguh aku telah dikaruniai Allah SWT dengan sebuah kalimat yang kudengar dari Rasulullah SAW pada hari Jamal, ketika sampai kabar kepada Rasulullah SAW bahwa penduduk Persia mengangkat puteri Kisra sebagai raja, beliau bersabda?Tidak akan bahagia bangsa yang dipimpin oleh wanita." (HR. Bukhari kitab Al-Maghazi Bab Kitabun Nabi SAW Ila Kisra, juga dalam kitab Al-Fitan bab Al-Fitnah Allati Tamuju kamaujil Bahri)


Selain oleh Bukhari, hadits ini juga diriwayatkan oleh para ulama hadits lainnya seperti At-Tirmizi dalam kitab Al-fitan, An-Nasai dalam kitab adabul Qudhoh, Imam Ahmad bin Hambal Musnadnya dalam bab hadits Abi Bakrah.

Namun sekarang ini akibat serangan Al-ghazwul fikri yang sedemikian gencar, jadilah isu gender mengemuka. Dan umat Islam serta sebagian ulamanya pun sering silau dengan isu ini. Sebagian lainnya berkelit dengan mengatakan bahwa ada wanita jadi presiden di sebuah negeri mayoritas muslim adalah sebuah realitas.

Padahal benarlah Rasulullah SAW ketika bersabda dalam hadits di atas. "Tidak akan bahagia bangsa yang dipimpin oleh wanita."

Kalau kemudian ada sebagian yang berargumen dengan penyebutan seorang pemimpin wanita di dalam Alquran, yaitu Ratu Saba., maka jawabannya sebagai berikut:

1. Pertama

Mengambil hukum dari kisah ratu Saba` yang konon bernama Balqis itu sebenarnya bukan bagian dari cara istimbath hukum yang secara penuh disepakati oleh para ulama. Sebab ini masuk bab syar`u man qablana . Sebagian ulama tidak menerima istimbath hukum dengan cara seperti ini, karena pada prinsipnya setiap ummat telah memiliki syariat sendiri-sendiri. Dan sangat boleh jadi masing-masing syariat itu berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.

Khusus buat agama kita ini, para ulama ushul mengatakan selama tidak ada penguatan dari Rasulullah SAW tentang kebolehan kita menggunakan hukum dari umat sebelum kita, maka pada dasrnya tidak boleh dilakukan. Bahkan dahulu ketika Umar bin Al-Khattab mencoba mencari jawban hukum dari Taurat, langsung ditegur oleh Rasulullah SAW karena hukum Taurat itu tidak untuk umat Islam dan keasliannya sudah tidak bisa dipertanggung-jawabkan lagi.

2. Kedua

Ratu Saba` yang diriwayatkan di dalam Al-Quran Al-Kariem itu bukanlah seorang pemimpin dari sebuah negeri Islam. Bahkan sebaliknya secara tegas dalam rangkaian kisah ratu Saba` disebutkan bahwa mereka itu menyembah matahari. Silahkan simak baik-baik ayat tersebut dimana burung Hud-hud milik Nabi Sulaiman as menceritakan penemuannya atas sebuah negeri kafir :

Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan , sehingga mereka tidak dapat petunjuk. agar mereka tidak menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. (QS. An-Naml : 23-25)


Jadi jelas sekali bahwa baik Ratu Saba` maupun kaumnya adalah masyarakat kafir jahiliyah yang kerjanya menyembah matahari. Oleh sebab itu misi burung Hud-hud membawa surat ajakan masuk Islam dari Nabi Sulaiman.

Bagaimana mungkin umat Islam hari ini mengambil hukum fiqih dari sebuah bangsa kafir, syirik dan penyembah matahari ?

3. Ketiga

Kalaulah disebutkan bahwa akhirnya Ratu Saba` yang wanita itu masuk Islam bersama Sulaiman, kita tidak menemukan dalil yang pasti tentang apakah dia tetap memerintah di negerinya atau tidak. Sebagian cerita menyebutkan bahwa Ratu ini menikah dengan Nabi Sulaiman as. Kalaulah cerita itu benar, maka tidak mungkin Nabi Sulaiman pensiun dari menjadi raja lalu menyerahkan kerajaannya itu kepada istrinya. Ini bukanlah cerita yang pernah kita dengar.

Demikian pula bila tidak menikah, yang pasti kerajaan Saba` itu sudah takluk di bahwa kekuatan yang jauh leibh tinggi lagi yaitu kerajaan Nabi Sulaiman di Palestina. Maka yang lebih tepat Saba` menjadi sebuah wilayah di bawah kekuasaan negara lain.

4. Keempat

Tentang ungkapan yang sering kita dengar dari Al-Quran Al-Kariem tentang negeri Saba` yaitu Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun ghafur , ini tidak ada dalam rangkaian ayat yang menceritakan kisah Ratu Saba`.

Ungkapan ini memang benar tentang negeri Saba`, tetapi kalau memperhatikan ada ungkapan Wa Rabbun Ghafur yang mengisyaratkan negeri itu diridhai Allah Subhanahu Wata`ala, tentu asumsi kita tidak bisa menerima kalau ungkapan itu diberikan Allah Subhanahu Wata`ala pada masa kekuasaan ratu Saba`. Sebab bertentangan dengan ayat pada surat An-Naml yang menceritakan bahwa di masa berkuasanya sang Ratu, bangsa itu menyembah matahari.

Bagaimana Allah Subhanahu Wata`ala meridhai atau tepatnya memberi ampunan kepada suatu bangsa yang menyembah matahari ? Pastilah ungkapan Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun ghafur itu bukan diberikan pada masa kekuasaan ratu Saba`, melainkan masa yang lain dimana negeri itu beriman kepada-Nya. Mungkin pernah terjadi sebelumnya atau mungkin juga sesudahnya. Yang jelas bukan pada saat sang Ratu berkuasa.

Dan itu artinya, berkuasanya ratu Saba` sama sekali tidak bisa dijadikan dalil bahwa Islam membolehkan sebuah negara di pimpin oleh seorang wanita. Ini sebuah istimbath yang terlalu dipaksakan.

Kelemahan Pendapat Yang Membolehkan Wanita Menduduki Jabatan Wilayah Uzhma

Secara umum, pendapat yang membolehkan wanita boleh menduduki jabatan tertinggi dalam sebuah negara berdaulat mengandung banyak kelemahan dalam beristidlal. Selain itu juga harus berhadapan dengan dalil-dali yang berlawanan.

1. Dalil Pertama

Jumhur ulama sepakat mengatakan bahwa wanita tidak boleh menduduki wilayah `uzhma atau puncak kekuasaan tertnggi. Dalam masa sekarang, istilah jabatan itu memang presiden.

2. Dalil Kedua

Sanggahan bahwa Ibnu Jarir membolehkan wanita menjadi pemimpin sebenarnya bukan pada wilayah `uzhma, melainkan jabatan tinggi dalam kenegaraan, seperti qadhi, hakim atau menteri. Maka bisa dikatakan bahwa tidak ada khilaf di kalangan ulama tentang ketidak-bolehan wanita menduduki wilayah `uzhma. Semua sepakat melarangnya.

3. Dalil Ketiga

Selain itu sering juga dikatakan bahwa hadits Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa tidak akan beruntung suatu kaum yang dipimpin wanita adalah hanya terkait dengan ketidakmampuan ratu Persia saat itu. Pendapat ini terlalu lemah dan bisa dengan mudah dipatahkan.

Pertama, hadits ini adalah hadits shahih yang Al-Bukhari mencantumkannya di dalam shahihnya. Diriwayatkan oleh Abi Bakrah pada level shahabat. Selain itu hadits ini juga diriwayatkan oleh para perawi hadits lainnya. Maka derajat hadits ini memang shahih.

Kedua, semua dalil yang ada di dalam Al-Quran Al-Kariem mapun As-Sunah An-Nabawiyah harus dipahami bukan semata-mata karena sebab turunnya atau sebab wurudnya saja. Ada ungkapan yang tepat untuk masalah ini yaitu Al-`Ibratu bi `Umumil Lafzhi Laa Bi Khushushis Sabab .

Katakanlah bila sebab Rasulullah SAW mengungkapkan hal itu karena terkait dengan Ratu Buran yang memimpin Persia, namun ungkapan Rasulullah SAW tidak boleh hanya dikaitkan semata-mata karena peristiwa itu saja, melainkan secara umum memang demikian makna hadits itu dan tetap harus diterapkan dalam hal-hal lainnya.

Ketiga, bila dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda demikian karena konon Ratu Buran yang memimpin Persia itu kurang cakap dalam memimpin, maka seharusnya bunyi hadits beliau tidak perlu menyebutkan masalah kewanitaannya. Mungkin tepatnya hadits itu berbunyi [tidak beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh pemimpin yang tidak becus].

Tetapi jelas dan nyata Rasulullah SAW menyebutkan gender, jadi ketidakberuntungan mereka memang semata-mata karena jenis kelamin pemimpinnya wanita. Apakah dia becus atau tidak dalam memimpin, sungguh tidak ada kaitannya dengan lafaz hadits itu.

HUKUM SUATU NEGARA DI PIMPIN WANITA

Ada sebuah hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam shahihnya. Lengkapnya demikian :

Dari Abi Bakrah ra berkata,"Sungguh aku telah dikaruniai Allah SWT dengan sebuah kalimat yang kudengar dari Rasulullah SAW pada hari Jamal, ketika sampai kabar kepada Rasulullah SAW bahwa penduduk Persia mengangkat puteri Kisra sebagai raja, beliau bersabda?Tidak akan bahagia bangsa yang dipimpin oleh wanita." (HR. Bukhari kitab Al-Maghazi Bab Kitabun Nabi SAW Ila Kisra, juga dalam kitab Al-Fitan bab Al-Fitnah Allati Tamuju kamaujil Bahri)


Selain oleh Bukhari, hadits ini juga diriwayatkan oleh para ulama hadits lainnya seperti At-Tirmizi dalam kitab Al-fitan, An-Nasai dalam kitab adabul Qudhoh, Imam Ahmad bin Hambal Musnadnya dalam bab hadits Abi Bakrah.

Namun sekarang ini akibat serangan Al-ghazwul fikri yang sedemikian gencar, jadilah isu gender mengemuka. Dan umat Islam serta sebagian ulamanya pun sering silau dengan isu ini. Sebagian lainnya berkelit dengan mengatakan bahwa ada wanita jadi presiden di sebuah negeri mayoritas muslim adalah sebuah realitas.

Padahal benarlah Rasulullah SAW ketika bersabda dalam hadits di atas. "Tidak akan bahagia bangsa yang dipimpin oleh wanita."

Kalau kemudian ada sebagian yang berargumen dengan penyebutan seorang pemimpin wanita di dalam Alquran, yaitu Ratu Saba., maka jawabannya sebagai berikut:

1. Pertama

Mengambil hukum dari kisah ratu Saba` yang konon bernama Balqis itu sebenarnya bukan bagian dari cara istimbath hukum yang secara penuh disepakati oleh para ulama. Sebab ini masuk bab syar`u man qablana . Sebagian ulama tidak menerima istimbath hukum dengan cara seperti ini, karena pada prinsipnya setiap ummat telah memiliki syariat sendiri-sendiri. Dan sangat boleh jadi masing-masing syariat itu berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.

Khusus buat agama kita ini, para ulama ushul mengatakan selama tidak ada penguatan dari Rasulullah SAW tentang kebolehan kita menggunakan hukum dari umat sebelum kita, maka pada dasrnya tidak boleh dilakukan. Bahkan dahulu ketika Umar bin Al-Khattab mencoba mencari jawban hukum dari Taurat, langsung ditegur oleh Rasulullah SAW karena hukum Taurat itu tidak untuk umat Islam dan keasliannya sudah tidak bisa dipertanggung-jawabkan lagi.

2. Kedua

Ratu Saba` yang diriwayatkan di dalam Al-Quran Al-Kariem itu bukanlah seorang pemimpin dari sebuah negeri Islam. Bahkan sebaliknya secara tegas dalam rangkaian kisah ratu Saba` disebutkan bahwa mereka itu menyembah matahari. Silahkan simak baik-baik ayat tersebut dimana burung Hud-hud milik Nabi Sulaiman as menceritakan penemuannya atas sebuah negeri kafir :

Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan , sehingga mereka tidak dapat petunjuk. agar mereka tidak menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. (QS. An-Naml : 23-25)


Jadi jelas sekali bahwa baik Ratu Saba` maupun kaumnya adalah masyarakat kafir jahiliyah yang kerjanya menyembah matahari. Oleh sebab itu misi burung Hud-hud membawa surat ajakan masuk Islam dari Nabi Sulaiman.

Bagaimana mungkin umat Islam hari ini mengambil hukum fiqih dari sebuah bangsa kafir, syirik dan penyembah matahari ?

3. Ketiga

Kalaulah disebutkan bahwa akhirnya Ratu Saba` yang wanita itu masuk Islam bersama Sulaiman, kita tidak menemukan dalil yang pasti tentang apakah dia tetap memerintah di negerinya atau tidak. Sebagian cerita menyebutkan bahwa Ratu ini menikah dengan Nabi Sulaiman as. Kalaulah cerita itu benar, maka tidak mungkin Nabi Sulaiman pensiun dari menjadi raja lalu menyerahkan kerajaannya itu kepada istrinya. Ini bukanlah cerita yang pernah kita dengar.

Demikian pula bila tidak menikah, yang pasti kerajaan Saba` itu sudah takluk di bahwa kekuatan yang jauh leibh tinggi lagi yaitu kerajaan Nabi Sulaiman di Palestina. Maka yang lebih tepat Saba` menjadi sebuah wilayah di bawah kekuasaan negara lain.

4. Keempat

Tentang ungkapan yang sering kita dengar dari Al-Quran Al-Kariem tentang negeri Saba` yaitu Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun ghafur , ini tidak ada dalam rangkaian ayat yang menceritakan kisah Ratu Saba`.

Ungkapan ini memang benar tentang negeri Saba`, tetapi kalau memperhatikan ada ungkapan Wa Rabbun Ghafur yang mengisyaratkan negeri itu diridhai Allah Subhanahu Wata`ala, tentu asumsi kita tidak bisa menerima kalau ungkapan itu diberikan Allah Subhanahu Wata`ala pada masa kekuasaan ratu Saba`. Sebab bertentangan dengan ayat pada surat An-Naml yang menceritakan bahwa di masa berkuasanya sang Ratu, bangsa itu menyembah matahari.

Bagaimana Allah Subhanahu Wata`ala meridhai atau tepatnya memberi ampunan kepada suatu bangsa yang menyembah matahari ? Pastilah ungkapan Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun ghafur itu bukan diberikan pada masa kekuasaan ratu Saba`, melainkan masa yang lain dimana negeri itu beriman kepada-Nya. Mungkin pernah terjadi sebelumnya atau mungkin juga sesudahnya. Yang jelas bukan pada saat sang Ratu berkuasa.

Dan itu artinya, berkuasanya ratu Saba` sama sekali tidak bisa dijadikan dalil bahwa Islam membolehkan sebuah negara di pimpin oleh seorang wanita. Ini sebuah istimbath yang terlalu dipaksakan.

Kelemahan Pendapat Yang Membolehkan Wanita Menduduki Jabatan Wilayah Uzhma

Secara umum, pendapat yang membolehkan wanita boleh menduduki jabatan tertinggi dalam sebuah negara berdaulat mengandung banyak kelemahan dalam beristidlal. Selain itu juga harus berhadapan dengan dalil-dali yang berlawanan.

1. Dalil Pertama

Jumhur ulama sepakat mengatakan bahwa wanita tidak boleh menduduki wilayah `uzhma atau puncak kekuasaan tertnggi. Dalam masa sekarang, istilah jabatan itu memang presiden.

2. Dalil Kedua

Sanggahan bahwa Ibnu Jarir membolehkan wanita menjadi pemimpin sebenarnya bukan pada wilayah `uzhma, melainkan jabatan tinggi dalam kenegaraan, seperti qadhi, hakim atau menteri. Maka bisa dikatakan bahwa tidak ada khilaf di kalangan ulama tentang ketidak-bolehan wanita menduduki wilayah `uzhma. Semua sepakat melarangnya.

3. Dalil Ketiga

Selain itu sering juga dikatakan bahwa hadits Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa tidak akan beruntung suatu kaum yang dipimpin wanita adalah hanya terkait dengan ketidakmampuan ratu Persia saat itu. Pendapat ini terlalu lemah dan bisa dengan mudah dipatahkan.

Pertama, hadits ini adalah hadits shahih yang Al-Bukhari mencantumkannya di dalam shahihnya. Diriwayatkan oleh Abi Bakrah pada level shahabat. Selain itu hadits ini juga diriwayatkan oleh para perawi hadits lainnya. Maka derajat hadits ini memang shahih.

Kedua, semua dalil yang ada di dalam Al-Quran Al-Kariem mapun As-Sunah An-Nabawiyah harus dipahami bukan semata-mata karena sebab turunnya atau sebab wurudnya saja. Ada ungkapan yang tepat untuk masalah ini yaitu Al-`Ibratu bi `Umumil Lafzhi Laa Bi Khushushis Sabab .

Katakanlah bila sebab Rasulullah SAW mengungkapkan hal itu karena terkait dengan Ratu Buran yang memimpin Persia, namun ungkapan Rasulullah SAW tidak boleh hanya dikaitkan semata-mata karena peristiwa itu saja, melainkan secara umum memang demikian makna hadits itu dan tetap harus diterapkan dalam hal-hal lainnya.

Ketiga, bila dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda demikian karena konon Ratu Buran yang memimpin Persia itu kurang cakap dalam memimpin, maka seharusnya bunyi hadits beliau tidak perlu menyebutkan masalah kewanitaannya. Mungkin tepatnya hadits itu berbunyi [tidak beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh pemimpin yang tidak becus].

Tetapi jelas dan nyata Rasulullah SAW menyebutkan gender, jadi ketidakberuntungan mereka memang semata-mata karena jenis kelamin pemimpinnya wanita. Apakah dia becus atau tidak dalam memimpin, sungguh tidak ada kaitannya dengan lafaz hadits itu.

Jumaat, 1 Januari 2010

Asal Usul dan Hakikat Pencak Silat

Pencak Silat adalah seni beladiri yang berakar pada rumpun Melayu. Seni beladiri ini banyak ditemukan di Brunei, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan negara-negara yang berbatasan dengan negara etnis Melayu tersebut.

Banyak ahli sejarah menyatakan bahwa Pencak Silat pertama kali ditemukan di Riau pada jaman kerajaan Sriwijaya di abad VII walaupun dalam bentuk yang masih kasar. Seni beladiri Melayu ini kemudian menyebar ke seluruh wilayah kerajaan Sriwijaya, semenanjung Malaka, dan Pulau Jawa.
Namun keberadaan Pencak Silat baru tercatat dalam buku sastra pada abad XI. Dikatakan bahwa Datuk Suri Diraja dari Kerajaan Pahariyangan di kaki gunung Merapi, telah mengembangkan silat Minangkabau disamping bentuk kesenian lainnya. Silat Minangkabau ini kemudian menyebar ke daerah lain seiring dengan migrasi para perantau. Seni beladiri Melayu ini mencapai puncak kejayaannya pada jaman kerajaan Majapahit di abad XVI. Kerajaan Majapahit memanfaatkan pencak silat sebagai ilmu perang untuk memperluas wilayah teritorialnya.
Kerajaan Majapahit menguasai hampir seluruh wilayah Nusantara. Hanya kerajaan Priyangan di tanah Pasundan yang tidak dapat dikuasai penuh oleh Kerajaan Majapahit. Tentara kerajaan Priyangan ini terkenal akan kehebatan pencak silatnya. Karena wilayahnya yang terisolir, dan terbatasnya pengaruh Majapahit, seni beladiri kerajaan Priyangan hampir tidak mendapat pengaruh dari silat Minangkabau. Pencak silat priyangan ini terkenal dengan nama Cimande.
Para ahli sejarah dan kalangan pendekar pada umumnya sepakat bahwa berbagai aliran Pencak Silat yang berkembang dewasa ini, bersumber dari dua gaya yang berasal dari Sumatra Barat dan Jawa Barat seperti diuraikan di atas.
Aspek-aspek Pencak Silat
IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) mendefinisikan pencak silat sebagai suatu kesatuan dari empat unsur yaitu unsur seni, beladiri, olahraga, dan olahbatin.
Unsur seni merupakan wujud budaya dalam bentuk kaidah gerak dan irama yang tunduk pada keseimbangan, keselarasan, dan keserasian.
Unsur beladiri memperkuat naluri manusia untuk membela diri terhadap berbagai ancaman dan bahaya, dengan teknik dan taktik yang efektif.
Unsur olahraga mengembangkan kegiatan jasmani untuk mendapatkan kebugaran, ketangkasan, maupun prestasi olahraga.
Unsur olahbatin membentuk sikap dan kepribadian luhur dengan menghayati dan mengamalkan berbagai nilai dan norma adat istiadat yang mengandung makna sopan santun sebagai etika kalangan pendekar.