Jumaat, 25 Disember 2009

PERKEMBANGAN MORAL REMAJA

ORANG TUA PERLU FAHAM "PERNAK-PERNIK “ MASA REMAJA
Apakah anda keluarga yang saat ini punya anak remaja ?, jika benar barang kali anda harus mempunyai energin ekstra untuk memperhatikan dan menghadapi remaja anda !.
Kalimat ini mungkin hanya kalimat dangkal, tetapi bila dikaji dengan benar rasanya sudah sangat perlu di resapi dan difikirkan. Fenomena global yang terjadi pada para remaja saat ini sungguh-sungguh memprihatinkan, setiap saat kita bisa melihat dan mendengar betapa carut marutnya kondisi sebagian remaja di segala tempat, bahkan ditempat- tempat yang sangat tidak layak untuk dijadikan arena kesemrawutan yaitu kampus dan juga rumah sekolah. Kalau kita perhatikan remaja saat ini banyak yang temperamental, sulit menahan emosi, cepat marah, bahkan kadang sulit dikendalikan. Saat ini tawuran remaja, pengguna narkoba, gang – gang remaja, bahkan hal-hal kriminal lainnya yang bisa dilakukan oleh anak remaja sudah menjadi santapan berita yang dapat didengar......,

KENALI PERIODE – PERIODE MASA REMAJA
Masa remaja yang juga biasa dikatakan sebagai masa tumbuh menjadi dewasa adalam masa yang dimulai ketika anak secara seksual menjadi matang. Masa ini juga biasa disebut masa adolesen yaitu masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa.
G.Stanley Hall menyatakan bahwa adolesen merupakan masa transisi dari rasa ” tertekan dan bergelora” atau ”Storm and Stress ”. Masa transisi ini adalah masa remaja yang berorientasi pada upaya untuk penemuan suatu identitas diri.
Pada masa remaja tersebut ada dua tahapan yang selalu terjadi yaitu ; (a) masa remaja awal atau masa usia belasan yaitu kira-kira dari usia tiga belas tahun sampai enam belas tahun. ; (b) Masa remaja akhir yaitu masa yang waktunya sangat singkat, antara usia enam belas tahun sampai delapan belas tahun.
Pendapat lain yang disampaikan oleh Piaget adalah bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa. ( biasa disebut masa puber). Pada masa ini juga akan terjadi perubahan intelektual, dan tranformasi intelektualnya ini yang memungkinkan untuk dapat berintegrasi dalam melakukan hubungan sosial orang dewasa.
Menurut Kolhberg, terjadi tiga tingkatan moral yang masing-masing tingkatan punya dua tahapan orientasi moral yaitu :
• Tingkatan premoral ; Pada tingkatan ini Orientasinya hanya kepada hukuman dan kepatuhan, pada masa ini pendapat anak untuk berperilaku sangat dipengaruhi oleh pendapat bahwa perilaku jahat akan dapat hukuman dan perilaku yang baik adalah yang didasari pada kepatuhan. Disini anak hanya melihat dari akibat yang di rasakan, bukan pada penilaian benar atau salahnya, dan anak akan mempunyai interprestasi bahwa yang baik sebagai yang menyenagkan dan yang jahat adalah sesuatu yang tidak menyenagkan.
• Tingkatan Moralitas dari penyesuaian peran terhadap adat kebiasaaPada tingkatan ini moralitas yang dibangun adalah berdasarkan pada memelihara hubungan baik, disini perilaku moral lebih dipengaruhi oleh orang-orang yang yang mempunyai pengaruh dalam kehidupannya ( mis.; Orang tua, guru , teman, dls). Ini termasuk juga penyesuaiannya terhadap aturan dan hukum yang lebih banyak dipengaruhi oleh upaya untuk mempertahankan hubungan pertemanannya.
• Tingkatan Moralitas prinsip-prinsip penerimaan diri ; Pada tingkatan ini moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang lain bukan lagi karena keinginan yang sifatnya pribadi. Pemahaman tentang benar dan salah telah didasarkan pada pemahanan individual orang lain bukan individual diri sendiri.
Perkembangan lain yang perlu difahami selain perkembangan fisik dan moral adalah tentang minat terhadap seks pada masa remaja. Pada masa remaja biasanya minat terhadap lawan jenis juga mulai meningkat. Kondisi ini biasanya dicerminkan dengan rasa keingin tahuan yang besar terhadap segala informasi yang berhubungan dengan seks, dan kebanyakan sumber informasi yang didapatkan remaja tersebut bukan berasal dari lingkungan keluarga/orang tua, tetapi banyak diantaranya yang didapatkan dari sumber lain yaitu ; dari buku, dari teman, dari gambar-gambar bahkan kadang dengan cara mencoba.
Nach...., mulai sekarang coba kita koreksi diri kita bersama apakah sebagai orang yang lebih tua dan dewasa kita sudah melakukan yang terbaik untuk perkembangan remaja kita.
Harapan yang muncul dari sekelumit tulisan ini hanyalah; ” Semoga bisa menjadikan inspirasi yang bermanfaat dalam upaya untuk mengurangi kerumitan yang muncul dari permasalahan –permasalahan remaja di sekitar kita ”.


MORALITAS ANAK BERKEMBANG DARI WAKTU KE WAKTU

Cuuraaanngg!!" Teriak Tino pada adiknya, Ruli seraya merubuhkan seluruh buah catur dari atas papan catur. Sejenak kemudian terdengar teriakan dan tangisan Ruli yang ditimpali oleh baku pukul di antara keduanya.
Permainan dan cara anak bermain seringkali merupakan petunjuk yang baik mengenai moralitas anak. Apa yang anak anggap sebagai benar atau salah, curang atau adil, memberikan gambaran kepada kita tentang bagaimana anak menilai dunianya. Hal ini telah lama diselidiki oleh mendiang Lawrence Kohlberg, seorang pakar pendidikan moral terkemuka di dunia. Menurut Kohlberg, perkembangan moral anak terkait dengan perkembangan cara berpikir (kognitif) anak. Artinya, semakin tinggi tingkat perkembangan berpikir anak, semakin besar pula potensi anak mencapai tingkat perkembangan moral yang lebih baik. Meskipun demikian, belum tentu anak yang mempunyai kecerdasan tinggi akan dengan sendirinya memiliki tingkat perkembangan moral yang baik pula.
Pemahaman terhadap cara anak memberikan keputusan etis akan sangat menolong kita untuk membantu anak memperoleh kepekaan moralitas yang tinggi. Kita dapat menolong anak kita memahami apa yang Allah hargai dari kita sesuai dengan tingkat pemahaman yang mereka capai. Dengan begitu, kita juga akan mengurangi ketegangan yang tidak perlu ketika kita menjelaskan tentang hukuman dan ganjaran Allah kepada orang percaya.
Ada beberapa hal yang dapat kita amati dari pengertian anak akan baik dan buruk.
Berdasarkan pengertian ini kita dapat mengetahui tingkat perkembangan moral anak. Dengan demikian kita dapat memberikan pengajaran yang tidak membingungkan mereka.
Sedikitnya ada 4 aspek perkembangan moral yang dapat kita lihat pada anak kita:
1. Perkembangan dari pemahaman mengenai ‘kuantitas’ menuju ke ‘kualitas’
Ketika anak mulai mengenal larangan orangtua, ia cenderung menilai dosa atau kesalahan berdasarkan besar-kecilnya akibat perbuatan yang ditimbulkannya. Misalnya, anak menganggap bahwa menjatuhkan beberapa gelas secara tidak sengaja lebih besar dosanya daripada menjatuhkan satu gelas secara sengaja. Pada tahap awal perkembangan moral, anak tidak memperhitungkan unsur motivasi. Baru pada usia yang lebih besar, ia mulai memahami bahwa kualitas suatu perbuatan harus diperhitungkan dalam menilai benar-salah. Yesus memuji janda miskin yang mempersembahkan seluruh nafkahnya, sekalipun secara jumlah, persembahan janda miskin ini lebih kecil daripada persembahan orang lain (Markus 12:23-24). Pujian Yesus menunjukkan tingkat pemahaman moralitas yang lebih tinggi yang menghargai kualitas dan motivasi.


2. Perkembangan dari ‘ketaatan mutlak’ menuju ‘inisiatif pribadi’
Pada mulanya seorang anak akan menaati apa yang dikatakan orangtuanya. Inilah kesempatan terbaik orangtua untuk mengajarkan apa yang harus diajarkannya, karena masa ini akan cepat berlalu. Setelah itu, anak akan lebih terikat dengan perjanjian-perjanjian. Pada tahap ini anak akan bermain dengan peraturan yang dapat diubah sesuai perjanjian sebelumnya. Karena itu, teriakan ‘curang’ sewaktu anak bermain akan terdengar keras ketika peraturan bersama ini dilanggar. Anak juga sangat peka terhadap ketidakkonsistenan orangtua bila orangtua melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan yang diajarkannya
Bagi mereka, orangtua pun seharusnya terikat dengan peraturan yang mereka tetapkan bagi anak-anaknya. Bila perkembangan moral anak berjalan baik, pada usia remaja akhir anak telah memiliki prinsip moral yang menjadi miliknya pribadi dan yang mengarahkan tingkah lakunya. Anak tidak mudah lagi dipengaruhi lingkungannya. Sebaliknya, anak akan melakukan perbuatan berdasarkan prinsip moral yang dimilikinya. Inisiatif pribadi ini nyata dalam perkataan Yesus yang meminta kita mengasihi musuh kita, juga untuk berjalan dua mil bila kita dipaksa berjalan satu mil (Matius 5:38-46). Tingkat moral ini lebih tinggi daripada ‘mata ganti mata dan gigi ganti gigi’.
3. Perkembangan dari ‘formalitas’ menuju ‘intensionalitas’
Yesus mengatakan;"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."(Matius 22:37-40). Perkataan Yesus yang juga mengutip kitab Ulangan 6:5 ini menunjukkan tingkat pemahaman moral orang Farisi yang lebih mementingkan ketaatan kepada hukum tertulis daripada motivasi yang mendorong ketaatan terhadap hukum Taurat. Kita boleh saja melakukan semua kewajiban dan upacara agama. Namun tanpa kasih kepada Allah maupun sesama, tindakan kita seringkali hanya berarti kemunafikan besar. Sebaliknya, tindakan kita bisa salah. Namun sama seperti Yakub, kita dibenarkan karena mempunyai iman yang benar. Tentu saja pada akhirnya kasih kita kepada Allah dan sesama seharusnya mendorong kita menghasilkan buah perbuatan baik. Dalam hal ini perbuatan baik adalah akibat dari iman dan bukan upaya untuk memperoleh pembenaran Allah. Maksud di balik perbuatan seseorang haruslah menjadi perhatian pula dalam tugas orangtua mendidik anaknya. Dengan demikian anak dapat memahami bahwa yang dikehendaki Allah yang terutama bukanlah kebajikan lahiriah atau persembahan kita, melainkan hati yang mengasihi Allah.
4. Perkembangan dari ‘kepentingan diri’ menuju ‘kepentingan orang lain’
Tahap awal perkembangan moral anak adalah egosentris, karena anak masih memusatkan perhatian pada dirinya. Tujuan suatu perbuatan adalah kesenangan pribadi dan kenikmatan. Bila perkembangan berjalan baik, barulah pada usia yang lebih dewasa individu dapat melihat kepentingan orang lain dalam melakukan tindakan moralnya.
Bukan itu saja, pengorbanan kepentingan diri dapat dilakukan demi kesejahteraan orang lain. Pada tahap ini individu baru dapat mengerti lebih mendalam perkataan Yesus dalam Yohanes 10:11-12; "Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu."

Tiada ulasan:

Catat Ulasan