Ahad, 2 Mei 2010

LAHIR - HIDUP - MATI

Sebuah filosofi dasar yang mungkin juga sebagai bahan renungan bagi kita semua bahwa proses manusia itu sebenarnya hanya 3 tahap, yaitu Lahir – Hidup – Mati, tiga hal terbesar yang ada pada mahluk hidup umumnya dan manusia khususnya, filosofi ini mengingatkan kita juga bahwa dalam hidup ini tidak ada yang abadi, dimana kita telah mengalami kelahiran yang tentu saja itu semua sudah berlalu, saat ini kita sedang menapaki kehidupan, menjalaninya dengan berbagai warna, rona dan corak mirip dengan lukisan dan gambar pemaknaan diri, dan yang terakhir kita ketahui dan temui nanti adalah kematian, nah itulah kepastian pokok yang kita dapat terima dan setiap orang mengerti, namun satu pertanyaan yang saya pribadi selalu merenungkan apa jawaban dari pertanyaan itu hingga belum menemukan jawaban dari pertanyaan itu hingga sekarang, sederhana saja, ” Untuk apa semua itu?”, apa jawaban dari pertanyaan bodoh ini,…

Apakah kita lahir untuk hidup, ataukah kita hidup untuk mati, atau mungkin kita akan mati untuk hidup? pemaknaan ini selalu saya cari, cari dan cari, pertanyaan ini begitu liar dan sungguh suatu yang membuat sesuatu tergoncang, hingga sekarang saya sulit untuk menemukan jawabannya, jika kita lahir di dunia tanpa tau apa artinya hidup dan kemana tujuan kita setelah mati maka untuk apa semua ini? adakah gagasan yang mampu menceritakan proses ini dengan pasti? ketika kita mampu untuk melakukan dan melewati proses kelahiran maka kita akan menuju kehidupan namun kehidupan itu seperti apa, mana kehidupan yang benar, mana kehidupan yang salah, apa yang mengatakan kehidupan itu benar dan kenapa dinyatakan bahwa kehidupan itu salah? kita benar-benar tidak tahu..

Jadi mana yang benar, apakah kita lahir untuk mati? lalu kenapa harus melewati kehidupan?kenapa kita di lahirkan kemudian kita menempuh kehidupan tersebut hingga akhirnya menuju kematian, apa makna semua itu? kenapa harus ada Lahir lalu Hidup lalu Mati, renungkan, maknai dan temukan jawaban dari pertanyaan tersebut, apa, bagaimana, mengapa????

Saya terus terang tidak begitu kenal siapa itu William Barclay. Hasil search di Google memberikan indikasi bahwa beliau ini seorang ahli teologia, pendeta sekaligus pengarang buku berkebangsaan Skotlandia. Saya sendiri belum pernah membaca satu pun buku karangannya, tetapi perkenalan saya dengan William Barclay hanya terjadi saat pada suatu hari secara tidak sengaja saya menemukan suatu quote menarik yang katanya berasal dari beliau ini.

Quote itu berbunyi :

—There are two great days in person’s life, the day we are born and the day we discover why (William Barclay)—

Kalau dialih bahasakan ke Bahasa Indonesia, artinya kurang lebih : “Hanya ada dua hari paling penting dalam kehidupan manusia, hari saat kita dilahirkan dan hari saat kita menemukan kenapa (kita dilahirkan)”.

kenapa saya dilahirkan ?

Meski pertanyaan “ Kenapa kita dilahirkan di dunia” sudah sering saya dengar saat mengikuti beberapa pelatihan bertahun-tahun yang lalu, tetapi terus terang saya saat itu tidak terlalu serius memikirkannya. Jawaban yang saya berikan saat itu pun saya sudah lupa lama sebelum saya kembali diingatkan setelah melihat quote dari William Barclay di atas. Selama ini saya sering memberikan jawaban yang berbeda-beda dan terus terang belum memuaskan saya. Kalau sudah ketemu jawabannya, harusnya saya ingat benar-benar. Kenyataannya khan tidak.

Mungkin karena faktor pertambahan usia, semakin banyak pengalaman hidup dan sejenisnya yang membuat saya setelah membaca quote itu lalu benar-benar merenung serius untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan : “kenapa saya dilahirkan di dunia ini?”.

Hasil perenungan saya menghasilkan jawaban sederhana dan kali ini saya benar-benar puas karena saya percaya itulah jawaban untuk keberadaan saya di dunia ini. Saya dilahirkan di dunia ini untuk menjadi berkat buat keluarga, buat sesama dan buat dunia ini. Sesederhana itu.

Apa yang saya maksud dengan menjadi berkat? Tidak perlu muluk-muluk, orang biasa seperti saya pun bisa melakukannya. Anda tidak perlu menjadi milyarder untuk menjadi berkat buat orang lain. Anda tidak perlu menjadi artis terkenal untuk menjadi berkat buat orang lain. Anda tidak perlu menjadi ilmuwan pemenang Nobel untuk menjadi berkat buat orang lain. Anda tidak perlu jadi presiden seperti Obama atau SBY untuk jadi berkat buat orang lain.

Mari saya buktikan bahwa orang biasa seperti saya bisa jadi berkat buat orang lain. Sejak detik saya dilahirkan saya sudah menjadi berkat karena sudah memberi kebahagiaan buat orang tua, Kakek Nenek saya dan semua keluarga. Membuat orang lain bahagia adalah salah satu wujud menjadi berkat. Kelahiran saya juga pada akhirnya membuat Mama saya berdamai kembali dengan keluarganya. Sebelumnya, karena Mama menikah tanpa disetujui keluarganya (baca :kawin lari), Mama sempat tidak dianggap anak oleh keluarganya. Tapi kelahiran saya membuat mereka berdamai kembali karena ternyata punya cucu itu membawa kebanggaan dan kebahagiaan buat Kakek Nenek saya dari pihak Ibu. Satu lagi bukti bahwa saya menjadi berkat, kali ini adalah mendamaikan keluarga.

Beranjak remaja, keberadaan saya menjadi berkat buat orang tua dan adik-adik saya dari berbagai segi. Karena saya ada, maka di rumah Mama saya ada yang bantu buat jaga adik-adik yang masih kecil.Saya berprestasi di sekolah membawa kebanggaan buat orangtua dan keluarga, itu satu lagi bentuk menjadi berkat. Saya bekerja dan membantu menyekolahkan adik-adik saya juga bentuk menjadi berkat. Saya mencari nafkah buat keluarga kecil saya juga menjadi berkat buat istri saya Ondang dan anak kami Felicia. Bahkan saya membantu istri di rumah untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan menjaga anak juga adalah bentuk menjadi berkat J

Interaksi saya dengan orang lain juga bisa menjadi berkat. Saya menulis di sini dan berbagi cerita, juga akan menjadi berkat buat orang yang terinspirasi atau tergugah semangatnya setelah membaca posting2 saya. Saya berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang ISO 9001 juga menjadi berkat buat orang lain yang merasakan manfaat dari postingan itu.

Saya bekerja dengan sepenuh hati di kantor juga menjadi berkat, bukan hanya buat rekan-rekan sekerja yang proses kerjanya berinteraksi dengan saya, juga buat perusahaan secara umum. Saya memberi pelatihan dan orientasi di kantor, juga menjadi berkat buat orang-orang lain yang sedikit banyak mendapat tambahan pengetahuan.

Saya tersenyum dan menyapa orang yang berpapasan di kantor atau di jalan juga menjadi berkat buat mereka, karena minimal hari mereka tidak diperburuk dengan orang yang ‘mutung’ atau ‘cuek’. Saya dulu rajin bernyanyi di koor dan mengisi acara pernikahan orang juga menjadi berkat buat sang pengantin dan orang-orang yang mendengar nyanyian kami.

Saya membuang sampah dengan benar dan membuang kaleng-kaleng minuman di bin khusus untuk daur ulang juga menjadi berkat buat dunia ini. Sama seperti kalau saya tidak boros pake kertas, tidak boros pake air atau listrik, semuanya akan menjadi berkat buat bumi yang sudah semakin berat bebannya dewasa ini.

Banyak hal yang kita lakukan sebenarnya akan menjadi berkat buat orang lain atau dunia sekitar kita. Ada yang tanpa kita sadari ada pula yang secara sadar kita lakukan. Tapi di sisi lain, banyak yang sebenarnya kita sadari bisa menjadi berkat buat orang lain tetapi secara sadar kita menolak melakukannya. Contoh sederhana : tersenyum atau mengucapkan ‘Selamat Pagi’ dengan tulus – banyak yang menolak melakukannya karena gengsi atau malu atau apalah namanya.

Anehnya, kita manusia seringkali cenderung memilih untuk tidak menjadi berkat daripada menjadi berkat buat sesama dan lingkungan kita. Kita sering memilih mengeluh dan bekerja ogah-ogahan atas sesuatu yang sudah jadi kewajibannya, daripada melakukan kewajibannya dengan sepenuh hati. Kita cenderung memilih di posisi ‘penerima’ daripada ‘pemberi’, di posisi ‘dilayani’ daripada ‘melayani’, dan sejenisnya. Egoisme adalah salah satu sifat utama manusia yang menjauhkan kita dari kemungkinan menjadi berkat buat orang lain.

Coba seandainya semua manusia di dunia ini memandang keberadaannya adalah untuk menjadi berkat buat sesamanya dan buat dunia tempat dia hidup. Mungkinkah ada perang di dunia ? Mungkinkah ada kelaparan di dunia ? Apakah akan ada terorisme di dunia ? Apakah ada pencemaran gila-gilaan di dunia ? Apakah akan ada ketimpangan antara kaya dan miskin ? Kemungkinan besar hal-hal buruk yang terjadi di dunia saat ini tidak akan kita temukan lagi.

Tetapi karena kecenderungan banyak manusia di dunia ini adalah memilih untuk tidak jadi berkat, terjadilah eksploitasi habis-habisan untuk kepentingan diri sendiri yang pada akhirnya menyebabkan kelaparan, ketimpangan dan pencemaran alam di mana-mana. Terjadilah korupsi, karena alih-alih bekerja dengan jujur dan sepenuh hati untuk kepentingan bersama, kita memilih mengeruk untung sebanyak-banyaknya buat diri sendiri tanpa perduli bahwa orang lain menjadi dimiskinkan karena perbuatan kita.

Terjadilah perang, terjadilah terorisme, karena manusia memilih membunuh sesamanya demi kepentingannya atau demi membela sesuatu yang dia anggap benar, daripada berdamai dan bekerja sama untuk kemajuan bersama. Hidup damai dan saling membantu demi kemajuan bersama sungguh adalah perwujudan menjadi berkat buat sesama, tetapi yang terjadi adalah kita memilih jalan sebaliknya sehingga alih-alih menjadi berkat, kita malah menjadi bencana buat sesama.

Jika kita memang sungguh-sungguh percaya bahwa Sang Pencipta yang menghadirkan kita di dunia ini adalah Maha Pengasih dan Penyayang, mungkinkah Dia Yang Maha Pengasih dan Penyayang itu menghadirkan kita ke dunia ini untuk membunuh sesama, untuk merusak alam, untuk memiskinkan orang lain, dan untuk berbagai hal buruk lainnya ?

Kita sering menggugat Tuhan akan hal-hal buruk yang terjadi di dunia saat ini. Tapi kita lupa bahwa semua hal yang buruk itu terjadi karena ulah manusia itu sendiri. Tuhan memberi manusia akal budi sehingga kita bebas memilih apakah akan menjadi berkat atau menolak menjadi berkat. Karenanya, jangan salahkan Tuhan jika berbagai hal buruk terjadi di dunia karena kita telah secara sadar memilih untuk tidak menjadi berkat buat sesama dan dunia ini.

Saya telah menemukan jawaban kenapa saya dilahirkan di dunia ini dan buat saya bukan hari di mana saya menemukan jawaban itu yang menjadi hari terpenting saya. Tapi hari terpenting saya adalah ketika kelak tiba masanya saya meninggalkan dunia ini, saya dengan tenang bisa menutup mata karena tahu pasti bahwa sepanjang hidup saya telah konsisten menjalani tujuan hidup saya dan telah menjadi berkat buat keluarga, orang lain, dan dunia ini.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan